Jumat, 13 Desember 2013

GAMBAR PETA LOKASI DAERAH PEJAMBON




MOHON PERLINDUNGAN HAM DAN HUKUM

 photo PEJAMBON-1_zpsb78ca0f3.jpg 



 photo PEJAMBON-5_zps140df08f.jpg

 photo Untitled-6_zps497e156b.jpg

 photo PEJAMBON-4_zps1627c835.jpg

 photo PEJAMBON-3_zps67e033a2.jpg

SEJARAH BERDIRINYA GEREJA IMMANUEL

SEJARAH TANAH :
  1. Pedjambon:

  • Sejak jaman penjajah Belanda merupakan perkampungan dan bukan merupakan asset pemerintah Kolonial (bukti terlampir, peta rencana kota, foto udara, keterangan warga) 
  • Tahun 1832 Gubernur Jenderal Johanes Van Den Bosh menerbitkan keputusan tanggal 20 Desember untuk mendirikan Gereja Kerajaan Belanda pertama di Indonesia.
  • Tahun 1835 Gubernur Jenderal JC Baud diletakanlah batu pertama pendirian Gereja Immanuel (Willemkerk).
  • Tahun 1839 tanggal 24 Agustus 1839 peresmian Gereja dibawah Gubernur Jenderal  Dominique Jaques De Eerens.
  • Gereja Immanuel Gambir (Willemkerk) merupakan Geraja milik Pemerintah Belanda
  • Gereja diresmikan oleh Horst sebagai Pejabat Pemerintah Kolonial dibawah  Luitenant Mc Kenzie (Pejabat Belanda yang bertanggung jawab untuk wilayah Welteveden). Pedjambon merupakan wilayah bagian dari Weltevreden.
  • Tahun 1870 dikelurkanlah Undang-Undang Agraria Belanda yang isinya Gubernur Jenderal tidak diperbolehkan menjual tanah pemerintah Belanda.
  • Geraja Immanuel merupakan asset Pemerintah Belanda, kampung Pedjambon bukan asset Pemerintah Belanda. Kampung Pedjambon merupakan hunian tempat tinggal  (Perkampungan) yang bukan bagian dari Gereja Immanuel Gambir (Willemkerk), (Bukti terlampir: Peta tata kota zaman penjajahan Belanda, foto-foto zaman penjajahan, keterangan/ kesaksisan hidup warga Pedjambon yang telah secara turun-temurun tinggal diwilayah tersebut sejak zaman penjajahan Belanda). 
    2  Riwayat Sertifikat Gereja Immanuel 
  1. Gereja Immanuel Gambir merupakan Badan Gerja Protestan Indonesia Bagian Barat dengan  M 82 adalah Nomor Bukti Kepemilikan Hak Atas Tanah yang diterbitkan pada tanggal 19 Desember 1979, dengan surat ukur No. 508 tertanggal 26 Agustus 1933.
    • SU 508 26 Agustus1933 dengan menyerahnya Belanda kepada Jepang Tahun 1942 maka wilayah dalam SU tersebut merupakan daerah milik Jepang, dan dengan merdekanya Indonesia tahun 1945 wilayah tersebut merupakan wilayah tanah milik Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kemudian dengan berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria dan Peraturan-Peraturan Pertanahan lainnya maka diterbitkanlah M 82 Badan Gereja Protestan Indonesia bagian Barat (Gereja Immanuel Gambir) yang dalam penataan, penggunaan, penguasaan, pemilikan tanah diperuntukan guna kegiatan peribadahan.  SU 508 26-8-1933 sudah tidak diberlakukan lagi. Berdasarkan peraturan mengenai pertanahan dan  diganti oleh SU 15/2008 No. 00183 dimana batas bidang Gereja Immanuel Gambir M 82 adalah Jalan Merdeka Timur, Jalan Pedjambon, Perkampungan Pedjambon, Asrama Kesehatan Pertamina (Pertamina). Disini jelas, membuktikan bahwa perkampungan Pedjambon bukan bagian dari rumah peribadatan (Gereja Immanuel Gambir). Kampung Pedjamboon ≠ M 82 Gereja Immanuel. M 83 dalam bentuk sertifikat belum pernah diterbitkan, diatas tanah Negara bebas dan belum pernah diletakan Hak diatasnya. M 83 dengan SU 118/1916 merupakan bidang tersendiri yang terletak diseberang Gereja Immanuel berbatasan dengan  (Kostrad) (Bukti terlampir, peta bidang).
    • Berdasarkan Kepres No. 32 1979 mengenai tanah asal konfersi Hak Barat M 82 yang seharusnya adalah Hak Guna Bangunan untuk kegiatan peribadatan  “Tanah dalam SU 508/1933 diluar dari SU 15/2008 No. 00183 merupakan tanah yang langsung dikuasai oleh Negara (Tanah Negara Bebas) dan berdasarkan Kepres No. 32 1979 pasal 5 Tanah Asal Konversi Hak Barat yang telah menjadi perkampungan atau diduduki rakyat akan diprioritaskan kepada rakyat yang mendudukinya. Setelah sepenuhnya persyaratan-persyaratan yang menyangkut kepentingan bebas pemegang Hak Tanah; disini mutlak kepentingan  Pemegang Hak M 82 berdasarkan penggunaan peribadatan telah diberikan oleh Negara Republik Indonesia M 82 dengan SU 15/2008 Badan Gereja Protestan Indonesia Bagian Barat  (Gereja Immanuel Gambir), maka TNI AD dan masyarakat Pedjambon berhak mendaftarkan Hak Tanahnya.
    •  Secara De Facto tanah Negara diluar M 82 SU 15/2008 No. 00183 adalah tanah yang diprioritakan dimiliki oleh Pemerintah TNI AD, Direktorat Perhubungan, dan Hak Pakai, yang dapat dimiliki dengan Hak Milik bagi masyarakat yang menempati wilayah tersebut sebagai rumah tinggal, Peraturan Pendaftaran Tanah PP No. 24 Tahun 1997.
    • Bahwa M 82 berdasarkan PP No 24 tahun 1997 pasal 22 mengenai pembuatan surat ukur, serta pasal 20 mengenai pengukuran dan pemetaan  bidang tanah, maka yang berlaku dalam M 82 adalah SU 15/2008 No. 00183.
    • Bahwa terhadap M 82 berdasarkan PP No. 38 tahun 1963 Pasal 1 D perihal pemilikan tanah oleh Badan Keagamaan hanya dibatasi pada tanah-tanah yang dipergunakan untuk keperluan yang langsung berhubungan dengan usaha keagamaan dan sosial. Bahwa yang diakui secara hukum bidang tanah terhadap M 82 adalah bidang tanah yang tertera dalam surat ukur tanah bernomor 00183 SU 15/2008
    • Dan agar tidak terjadi kerugian Negara, serta terjadinya permasalahan, sengketa bahkan konflik fisik yang dapat menimbulkan korban jiwa maka melalui Badan Pertanahan Nasional agar segera diterbitkan Hak Pakai atas nama TNI AD (diperlukan keterangan secara terbuka) dari petugas BPN dan memberikan informasi yang sebenar-benarnya bahkan guna mencegah kerugian Negara, petugas BPN wajib menyampaikan informasi kepada pihak TNI AD (Negara) agar mendaftarkan haknya tanpa harus membeli dari pihak yang sebenarnya tidak berhak menjual tanah Negara kepada (TNI AD). Dan memberikan informasi kepada masyarakat guna mendaftarkan haknya sebelum masyarakat menjadi korban mafia tanah yang hanya mementingkan keuntungan finansial pribadinya dengan mengorbankan TNI AD dan masyarakat/ penduduk pemukiman Pedjambon.
    • Pedjambon adalah lokasi tanah kelahiran Pancasila. Di Pedjambon adalah lokasi para pejuang kemerdekaan melakukan rapat pertama kali guna mempersiapkan kemerdekaan NKRI. Di Pedjambon tempat diletakan bendera-bendera Negara sahabat sebagai saksi kemerdekaan dengan kunjungan-kunjungan perwakilan Negara-Negara sahabat.
    • Apakah Garuda Pancasila akan menangis karena makna Pancasila dinjak-injak oleh segelintir mafia tanah?
    • Apakah Negara harus bersedih karena dibohongi oleh mafia tanah untuk membeli asset yang seharusnya secara hukum memang merupakan milik NKRI sendiri.
    • Apakah Negara-Negara sahabat harus iba melihat kemenangan segelintir penjahat-penjahat tanah mengambil keuntungan dari membohongi TNI AD, serta merenggut kemerdekaan warga Negara Indonesia yang permukiman diwilayah Pedjambon.
    • Seandainya perjuangan saya untuk membela Negara dan kepentingan masyarakat saat ini kalah, dimasa yang akan datang pasti kebenaran akan terungkap dan saat itu, Negara beserta seluruh rakyat akan marah dan menghukum semua pihak yang telah mengorbankan Negara, membohongi TNI AD dan memberikan penderitaan terhadap masyarakat Pedjambon beserta anak cucunya.
    • Saat itu Negara (KPK, Kepolisian, Kejaksaan, dan segenap prajurit TNI AD dibantu oleh seluruh masyarakat Indonesia) akan mengejar dan mengadili penjahat-penjahat tanah yang deangan segala tipu muslihat serta bujuk rayunya telah tega dengan kejam mengambil keuntungan hanya untuk kepentingan finansial mereka sendiri. 
     
      Kami mohon agar :
    1. KPK, Kepolisian,dan Kejaksaan, DPR RI melakukan pengawasan guna mencegah potensi terjadinya TPK, Gratifikasi, dalam tubuh Instansi BPN dan aparatur Kelurahan. Pengawan Keuangan Dana Pensiun GPIB pada Majelis Sinode agar dapat dipertanggung jawabkan dikemudian hari.
    2. TNI AD meminta penjelasan secara tertulis kepada BPN yang berwenang, agar dikemudian hari keterangan mengenai status tanah dapat dipertanggung jawabkan oleh Instansi yang berhak mengeluarkan Surat Keterangan Status Tanah.
    3. PT. Palace Hotel meminta pihak Sinode agar uang yang telah dibayarkan dapat dikembalikan apabila dikemudian hari ada pembuktian bahwa tanah yang dibeli merupakan tanah Negara  yang dapat diberikan status Hak terhadap TNI AD tanpa proses pembelian dari pihak-pihak yang tidak sah secara hukum.
    4. Pihak TNI AD melayangkan surat keberatan kepada BPN setempat apabila tanah dimaksud telah didaftarkan atas nama Pihak lain. Karena apabila tanah tersebut telah dilekatkan Hak Atas Nama Swasta maka peratuan mengenai pengadaan  tanah harus diterapkan dan dapat menimbulkan kerugian yang semakin besar terhadap Negara. 
    5. Majelis GPIB mempertanyakan kepada Sinode uang pembelian asset tersebut agar tidak digelapkan dan dapat dipertanggung jawabkan untuk dapat menjaga citra sebagai rumah peribadatan yang secara peraturan Perundang-Undangan telah dibatasi mengenai cara perkumpulan Gereja untuk mendapatkan uang dalam rangka utang Gereja terhadap dana pensiun. 
    6. Disini yang menikmati suatu perbuatan Hukum Perjanjian Jual Beli adalah Pihak Sinode, maka apabila dalam perjanjian Jual Beli tersebut cacat hukum atau tidak memenuhi aspek-aspek syarat sahnya suatu perjanjian, maka dikemudian hari akan timbul permasalahan pidana baru, penipuan, penggelapan ataupun pemalsuan surat, dalam hal ini apabila negara yang dirugikan maka majelis Sinode akan berpotensi terlibat dalam tindak pidana korupsi "agar segala nama pihak sebelum mendapatkan kepastian hukum sejelas-jelasnya untuk tidak turut menikmati uang hasil jual beli tanah tersebut.
    7. Pihak Sinode berdasarkan hukum yang berlaku di Indonesia tidak selamanya bisa berdalih dan hanya mengatakan : "Itukan Tentara yang mau membeli tanah kepada kami" dikarenakan hal ini menyangkut kepentingan negara dan berpotensi adanya kerugian negara.

BUKTI GEREJA IMMANUEL MILIK PEMERINTAH BELANDA SEBELUM BELANDA MENYERAH PADA JEPANG TAHUN 1942

Bukti Gereja Immanuel Gambir adalah milik Pemerintah Belanda Sebelum Belanda Menyerah pada Jepang Tahun 1942 :
  • Gereja Immanuel Gambir masuk dalam organisasi Gereja Protestan Indonesia.
  • Pengurus Gereja merupakan pejabat tinggi negara sebagai Ketua.
  • Pendeta dan tokoh Belanda sebagai anggota.
  • Pengurus diangkat oleh Gubernur Jenderal dan tugas-tugasnya juga ditetapkan Pemerintah Belanda.
  • Peresmian dibuktikan dengan ditandatanganinya batu peresmian oleh J.H Horst yang pada saat itu adalah Deputi pengganti dibawah kepemimpinan Lutenant Mc Kenzie (Pejabat Pemerintah Kolonial Belanda yang bertanggung jawab untuk wilayah Weltevreden (Pejambon masuk wilayah Weltervreden).
  • JH Horst kemudian diketahui memiliki aset pabrik Aula di Cipiring Semarang.
  • Terdapat bukti histori dari peta tata kota dan peruntukan bidang tanah pada tahun 1897 dan bukti-bukti foto lainnya yang membuktikan bahwa wilayah Gereja Immanuel Gambir merupakan bagian bidang tanah/aset milik Pemerintah Belanda.
  • Dan wilayah Kampung Pejambon sejak zaman penjajahan Perancis, Inggris, Belanda maupun Jepang sampai dengan 1945 adalah perkampungan atau bidang tanah yang telah dipergunakan sebagai rumah tinggal.
  • Disini yang dibutuhkan negara untuk mes militer dan gudang persenjataan bukanlah bagian bidang tanah Gereja Immanuel, “tetapi merupakan bagian bidang tanah yang diduduki anggota TNI sendiri sebagai rumah tinggal sebagian dan sebagian bidang lagi telah digunakan TNI AD sebagai markas Batalyon Perhubungan.
  • Untuk memperoleh/menggunakan tanah dimaksud Pihak TNI AD hanya perlu menempuh pendaftaran tanah pertama kali terhadap tanah Negara bebas.
  • Dan memberikan pengarahan dan uang pengganti yang manusiawi terhadap anggotanya sendiri yang secara turun temurun telah tinggal dan hidup menjadi bagian dari Batalyon Perhubungan Darat.


Ilustrasi :
  1. Tidak sah secara hukum apabila pihak TNI memberikan uang pengganti 78 Milyar terhadap PT Palace Hotel.
  2. Bahkan apabila tanah tersebut telah terdaftar dengan atas hak yang sah (sertifikat) atas nama swasta di kemudian hari, TNI berdasarkan perundangan yang berlaku dan dengan kewajiban pelaksanaan tugas Aprisal (tim penaksir tanah) tidak menutupkemungkinan TNI harus mengganti/membeli tanah tersebut kepada swasta dengan harga lebih dari Rp.600 Milyar. 
  3. TNI AD hanya perlu mengganti rumah tinggal warga Yonhubad komplek Pejambon berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak.
Ingat !!!
  • Petugas BPN tidak selamanya dapat berkilah dan lepas dari tanggung jawab moral dengan mengatakan BPN hanyalah badan/instansi yang mencatat risalah dan legalitas tanah tanpa diberikan hak pengujian dalam tata administrasi Pemohon.
  1. Apabila terbukti dengan Sertifikat yang terbit dari BPN, Negara mengalami kerugian pejabat yang berwenang di BPN-lah yang paling bertanggung jawab terhadap kerugian tersebut.(Kasus Hilton, hilangnya aset KAI di Jakarta Barat). 
  2. Juru ukur, Seksi pengukuran, Seksi sengketa, permasalahan konflik pertanahan, Kepala Kantor dan Kakanwil BPN-lah yang memiliki peran pelurusan dan yang dapat mengantisipasi agar negara tidak menjadi korban Penjahat Kerah Putih yang memang telah lama menyesatkan pejabat-pejabat BPN yang kurang memiliki pengetahuan hukum secara mendalam.
  3. Beberapa pejabat BPN telah menjadi pesakitan di dalam rumah-rumah tahanan karena salah dan harus bertanggung jawab terhadap penerbitan Sertifikat.
  4. Lurah disini juga bertanggung jawab apabila memberikan keterangan palsu yang tertuang dalam riwayat tanah serta risalah kepanitiaan Yuridis dan Fisik.
Mengenai keputusan Sinode menjual assetnya. Apakah dapat dibenarkan keputusan Sinode dalam Putusan Makassar untuk menjual asset tanah di Pejambon 19 Februari 2013, 21 Februari 2013 kepada Negara guna GPIB membayar hutang terhadap dana pensiun? Apakah di kemudian hari keputusan tersebut dapat dikatakan cacat hukum?
Pertimbangan Hukum :
KETENTUAN MENGALIHKAN HARTA MILIK ATAU MENGAGUNKAN ASET (harta tidak bergerak) di GPIB berdasarkan TATA GEREJA 2010.
A.    Peraturan DASAR :
  1. Tata Dasar GPIB 2010, Bab V Pasal 17 tentang Perbendaharaan; Ayat (3) : Pengelolaan perbendaharaan dilakukan secara terpusat, terpadu, TERBUKA.                                       Ayat (4) : Pemanfaatan dan pengalihan harta milik tidak bergerak HANYA BISA dilakukan atas persetujuan PERSIDANGAN SINODE (baca : Persidangan Sinode 5 tahunan).
            Penjelasan : --
B.     Peraturan POKOK 
  1. Pasal 2, tentang Status dan Fungsi, Ayat (1) : Persidangan Sinode GPIB adalah lembaga yang memiliki kewibawaan dan kewenangan gerejawi dan merupakan wadah pengambilan keputusan tertinggi dalam GPIB melalui presbiter perutusan jemaat-jemaat.
     Pasal 4 tentang Bentuk Sidang, Ayat (3) : Persidangan Sinode Tahunan dilakukan untuk a….dst, b….dst.c. Mengambil keputusan-keputusan yang sangat MENDESAK yang tidak bisa menunggu sampai saat dilaksanakannya Persidangan Sinode (Persidangan 5 tahunan).
  2. Peraturan Pokok III tentang Majelis Sinode;
    Pasal 13 ayat (3) : Pengelolaan dan pemanfaatan harta milik/kekayaan dilakukan oleh Majelis Sinode atau Majelis Jemaat, dan diatur dalam Peraturan tentang perbendaharaan.
    Penjelasan  : Kecuali pengalihan/pengagunan atau setiap tindakan pelepasan atas hak HARUS dilakukan melalui Keputusan Persidangan Sinode (baca : Persidangan 5 tahunan).
  3. Peraturan Pokok III tentang Majelis Sinode;
    Pasal 13 ayat (3) : Pengelolaan dan pemanfaatan harta milik/kekayaan dilakukan oleh Majelis Sinode atau Majelis Jemaat, dan diatur dalam Peraturan tentang perbendaharaan.
    Penjelasan  : Kecuali pengalihan/pengagunan atau setiap tindakan pelepasan atas hak HARUS dilakukan melalui Keputusan Persidangan Sinode (baca : Persidangan 5 tahunan).
     
C.     PERATURAN - PERATURAN
  • Peraturan No.6 tentang Perbendaharaan GPIB, Pasal 4 tentang Tata Laksana Pengelolaan, Ayat (7) menyebutkan : “Harta milik GPIB berupa harta tak bergerak yang hendak dialihkan hak kepemilikannya harus mendapat persetujuan dan pengesahan oleh dan di dalam persidangan Sinode/Persidangan Sinode Tahunan”. Penjelasan dari Pasal 4 ayat (7) di atas tegas menyebutkan : MENDESAK dimaksud adalah menyangkut kondisi kritis yang dialami oleh GPIB, baik secara Sinodal maupun Jemaat.
Berdasarkan ketentuan di atas, maka forum Persidangan Sinode Tahunan (PST) jelas dan terang; TIDAK memiliki KEWENANGAN atau LEGITIMASI dalam mengambil keputusan;
Menyetujui atau Mengesahkan pelepasan (menjual) aset-aset tanah dan bangunan milik GPIB.Dilihat dari SISTIMATIKA (hirarki) Peraturan di atas saja, kita semua sudah bisa menemukan jawabannya. Mengalihkan atau menjual harta tidak tetap HARUS melalui persidangan Sinode, bukan PST. Sekali lagi, HARUS.Peraturan-peraturan (lebih rendah kedudukannya) telah menabrak peraturan diatasnya yang lebih tinggi, yaitu Tata Dasar dan Peraturan Pokok.
Sehingga, kalau dikatakan bahwa PST di Makassar berwenang atau memiliki legitimasi untuk menjual/mengalihkan aset-aset (tanah dan bangunan) GPIB, maka pendapat tersebut adalah KELIRU, dan tidak berdasarkan hukum.
Sebab, bagaimana mungkin Peraturan No.6 tentang Perbendaharaan (level Peraturan-peraturan) sengaja DIBIARKAN menabrak ketentuan yang lebih tinggi diatasnya.

Paling tidak, ada tiga bentuk Peraturan yang lebih tinggi (Tata Dasar, Peraturan Pokok II tentang Persidangan Sinode, dan Peraturan Pokok III tentang Majelis Sinode) yang ditabrak (dilanggar) oleh Peraturan di level bawahnya (Peraturan No.6/2010)!
 
Dengan demikian, maka ini adalah sebuah PELANGGARAN SERIUS dalam menatakelola aset-aset GPUB. Mengapa dikatakan pelanggaran serius ? Karena bentuk pelanggarannya amat berat (mengacaukan TAGER 2010), dan sengaja dilakukan secara masif, terstruktur dan sistematis.
Dengan kata lain, forum PST di Makassar telah DIPERDAYAI sedemikian rupa, sehingga melanggar asas hukum : Lex superior derogate lege inferiori (hukum lebih tinggi mengesampingkan hukum dibawahnya.
Artinya, sudah tahu PST di Makassar tidak berwenang (tidak memiliki legitimasi) untuk menyetujui/mengesahkan pelepasan (baca : menjual) harta tidak bergerak milik GPIB, TAPI mengapa masih MEMAKSAKAN KEHENDAK agar forum PST segera mengambil sebuah keputusan signifikan tersebut? (sampai disini saya mensinyalir, diduga ada oknum-oknum tertentu yang bermain, tapi mudah-mudahan tidak benar).

Lalu apa implikasi hukumnya? Karena diputuskan/disahkan oleh forum PST yang tidak memiliki kewenangan (legitimasi) maka khusus keputusan penjualan tanah di PST Makassar tersebut adalah cacat hukum alias ILEGAL.

Selain itu, apabila hendak dipaksakan (baca : mau melegitimasi) karena dengan suatu alasan bahwa MS sudah terlanjur menjualnya; MAKA hemat saya, hanya ada satu-satunya alasan yang masih mungkin dapat diterima yaitu; alasan MENDESAK.
Tetapi, hal inipun akan menimbulkan kesulitan, sebab akan muncul pertanyaan baru. Apa yang menjadi dasar dan alasan MENDESAK itu? Inilah yang disebut dengan complexio interminis (pertentangan yang kompleks).
Sebab alasan MENDESAK itu memiliki terminologi hukumnya sendiri!!
Misalnya, Tager 2010 memberikan definisi, MENDESAK adalah menyangkut kondisi kritis yang dialami oleh GPIB, baik secara Sinodal maupun Jemaat.

Artinya : harus ada suatu keadaan yang “menganga” terkait kondisi kritis, yang apabila tidak dilakukan sesegera mungkin (pada saat itu), maka GPIB akan masuk lubang kubur alias tinggal kenangan.
Sekedar contoh : kalau hanya alasan untuk bayar uang pensiun, itu bukanlah suatu alasan mendesak pihak lain. Kelirulah tindakan itu? Jelas keliru!
Karena kebijakan MS XV/XVI tidak menjiwai amanat persidangan, seperti dalam :
  1. Laporan MS XVI GPIB, tentang Pengelolaan aset GPIB (laporan ini sampai kini belum terbit)
  2. Ketetapan PS XV/1990 dalam TAP No.XIII/PS. GPIB/1990 tentang Pembangunan Ekonomi Gereja dengan lampiran Naskah Pembangunan Ekonomi Gereja (buku ungu)
  3. Keterapan PSI/1996 dalam TAP No.III/PSI GPIB/1996, tentang LAPORAN PANSUS dan lampiran. Laporan Pansusu, Naskah Timsus, tentang Rekomendasi Pansus GPIB (lampiran ini tidak ikut terbit di buku biru PSI/1996.PERPASTU menerbitkannya buku ungu muda)
Kenapa MS XV/XVI tidak menerbitkan beberapa hasil PS XV/PSI dan menarik buku hasil PS XVI? Sebab, bila hasil persidangan itu terbit, bisa menelanjangi MS XV/XVI, yang tidak melaksanakan amanat persidangan secara murni dan konsekuen. Berarti MS XV/XVI telah memanipulasi hasil-hasil persidangan GPIB dan merupakan tindakan pelanggaran gerejawi yang sangat serius. Dengan begitu, kebijakan MS XV/XVI menjual/meruislag aset-aset GPIB, adalah menyalahi keputusan Persidangan Sinode!

Upaya Hukum :
  • Pihak TNI beserta masyarakat Pejambon mengajukan surat keberatan sekaligus pemblokiran dengan melampirkan surat pernyataan penguasan fisik dan riwayat penguasaan tanah beserta identitas diri KTP, KK, dan disaksikan 2 orang sebagai saksi  beserta bukti pendukung lain dapat berupa foto, pembayaran PBB, rekening listrik, rekening pembayaran air, apabila terhadap tanah negara di kawasan Pejambon telah dilakukan pendaftaran tanah guna proses Sertifikat atas nama swasta.
  • Swasta (PT Palace Hotel) jual beli yang dilakukan PT Palace Hotel dapat dinilai cacat hukum, karena membeli dari pihak yang belum memiliki kepastian hukum terhadap status hak tanah yang diperjualbelikan.
  • Dalam beberapa kasus di tanah air pihak TNI berjuang demi menyelamatkan dan menertibkan asetnya hingga timbul korban jiwa. Lalu apakah demi keuntungan segelintir pejahat-pejahat tanah TNI rela dibohongi dan diperdaya agar TNI AD harus membeli asetnya sendiri dari pihak yang tidak sah secara hukum.
  • Agar dipertimbangkan pihak TNI dalam memindahkan anggotanya/warga Komplek Perhubungan Angkatan Darat Pejambon dengan menempuh jalan musyawarah dan mengedepankan peran TNI sebagai Pengayom masyarakat.
  • Jika saya boleh berandai-andai saat semua orang mau bertindak benar  Petugas BPN memberikan informasi yang sebenar-benarnya.
  • Majelis Sinode dengan berlapang dada menyumbangkan tanah tersebut demi kepentingan negara. Pihak TNI AD melakukan pendekatan terhadap anggotanya secara kekeluargaan dan terbuka bahwa tanah kediaman mereka akan digunakan untuk kepentingan pertahanan negara.Warga komplek Pejambon dengan kebesaran hati menerima uang penggantian yang sewajarnya dari pihak TNI.
  • Tidak ada petugas BPN yang dipidana karena tugasnya dikemudian hari merugikan negara, maka negara tidak mengalami kerugian ratusan milyar rupiah dikemudian hari, tidak ada kekecewaan dan kesedihan warga komplek Hubad Pejambon yang mayoritas merupakan keluarga besar TNI sendiri, jemaat Immanuel dapat berbangga telah memberikan kontribusi yang positif untuk negara dan bangga serta menghilangkan anggapan bahwa renovasi gereja Immanuel Gambir dan dana talangan hutang pensiun menciptakan kesedihan air mata, mengorbankan bahkan darah dan jiwa warga komplek Dirhubat Pejambon dikemudian hari. Warga komplek Pejambon pun dapat berbangga telah menyumbangkan dan mendukung TNI AD untuk membangun instalasi pertahanan negara di tanah tempat warga pernah hidup dan mencari nafkah.
  • Mengenai keputusan Sinoda menjual aset Gereja diluar M82 untuk merenovasi gereja dan untuk hutang dana GPIB kepada dana pensiun. Apakah dalam tata gereja berdasarkan visi dan misi sebuah gereja alasan penjualan aset tersebut dibenarkan, Ingat sebagian warga Komplek Hubad Pejambon merupakan jemaat Gereja Immanuel itu sendiri”. Seharusnya Keputusan Gereja untuk menjual tanah yang mereka kuasai tidak menimbulkan penderitaan bagi jemaat gereja itu sendiri dan masyarakat Pejambon lainnya.
INGAT :
Banyak permasalahan yang timbul dan belum terselesaikan setiap pihak GPIB menjual aset-aset tanahnya. Keuntungan yang diperoleh pihak gereja tidak pernah setimpal dengan gereja menjual aset-aset tanahnya dan hanya menimbulkan korupsi di perkumpulan gereja itu sendiri.
  • Siapakah yang diuntungkan dari gereja menjual tanah Pejambon? Tidak lebih dari 10 orang calo penjahat tanah dan beberapa oknum BPN dan Kelurahan yang berpotensi menerima gratifikasi, dan beberapa orang pemodal menanamkan modal untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya dengan cara menipu negara.
  • Yang dirugikan “Negara, TNI AD, masyarakat Komplek Pejambon dan segenap penduduk Indonesia dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia tercinta ini.
  • Apakah telah sejalan dengan visi dan misi gereja bahwa guna kepentingan renovasi gereja dan utang dana pensiun GPIB, gereja menjual asetnya dan dari penjualan tersebut menimbulkan penderitaan yang berkepanjangan terhadap warga Pejambon, dimana warga yang menjadi korban tersebut adalah umat bahkan majelis GPIB itu sendiri.
  • Apakah umat GPIB dikemudian hari dapat menerima beban dan anggapan hutang dana pensiun GPIB dilunasi dengan air mata dan penderitaan warga Pejambon karena Sinode menjual tanah tersebut tanpa memindahkan umatnya terlebih dahulu tanpa melakukan upaya penggembalaan. Sinode harus jujur terhadap diri sendiri bahwa hutang dana pensiun GPIB itu sendiri timbul dan menjadi beban dikarenakan apa?
  • Dan apakah sah secara tata gereja keputusan Sinode untuk menjual asetnya hanya karena alasan membayar hutang. Apakah gereja diperbolehkan mencari sumber pemasukan finansial dengan menjual asetnya?
  • Agar Petugas BPN melihat fakta fisik dan kebenaran sebelum     melakukan prosedur formil pendaftaran dan tidak memberikan     informasi palsu yang dapat merugikan Negara Republik Indonesia.
  • Pihak TNI di beberapa lokasi lain menimbulkan korban dalam upaya pengamanan asetnya, agar TNI tidak melakukan pembelian terhadap asetnya sendiri di Yanhubad Pejambon.
  • Pernah sindikat spekulan penjahat tanah dengan segala cara serta melibatkan pihak-pihak pejabat Instansi terkait dengan alibi yang menyesatkan melegalkan penipuan kepada negara dengan perpanjangan Sertifikat HGB Hilton sekarang Hotel Sultan yang dikemudian hari terbukti perbuatan mantan pejabat BPN tersebut merugikan dan menipu negara.
  • Negara di Jakarta Barat kehilangan asetnya dan pejabat itu lagi yang diproses pidana oleh pihak Kejaksaan Aset KAI di Jakarta Barat.
  • Sebaiknya semua pihak mempelajari dan mewaspadai profil dan pribadi siapa saja yang terlibat dalam mengurus tanah Pejambon ini.
  • Ingat Penjahat kerah putih selalu terlihat anggun, bijaksana, berwibawa, bersih, berpengalaman secara hukum, pandai melakukan rekayasa, tipu muslihat, dan selalu menawarkan keuntungan. Tapi keuntungan itu bukanlah keindahan yang sebenarnya, itulah racun yang disebar penjahat-penjahat itu guna mereka melancarkan siasatnya dan menjadikan pejabat-pejabat yang berwenang sebagai kambing hitam di kemudian hari.
UPAYA PENYELESAIAN :
  • Pihak Sinode, TNI AD, Perwakilan masyarakat Pejambon meminta keterangan mengenai status tanah secara tertulis dari pihak BPN setempat.
  • Apabila BPN telah memberikan keterangan secara tertulis bahwa tanah yang dikuasai Yanhubad dan warga komplek Pejambon bukan merupakan bagian dari M82 dengan nomor Induk bidang 00183 Su :15/2008 an. Badan Gereja Protestan Indonesia Bagian Barat tertanggal 19 Desember 1979, maka diperlukan pengkajian kembali secara lebih mendalam mengenai perjanjian jual beli yang akan dilaksanakan oleh pihak TNI AD.
  • Pihak TNI AD, pihak Sinode dan PT Palace Hotel melakukan pengkajian ulang mengenai tata cara mekanisme pembelian tanah agar dikemudian hari negara tidak dirugikan dan acara jual beli pengadaan tanah untuk instansi pemerintah tersebut dikemudian hari tidak dikatakan/terbukti cacat hukum.
  • Patut dipertimbangkan pembayaran negara dikongsinasikan terlebih dahulu pada pengadilan setempat untuk menghindari salah bayar dalam pengadaan tanah instansi pemerintah.
  • Kepada warga komplek Pejambon dilakukan mediasi dan dituangkan dalam berita acara mediasi. Warga komplek Pejambon akan rela berkorban untuk kepentingan negara membangun instalasi militer. Keinginan mereka hanya untuk mendapatkan uang penggantian yang selayaknya, bukan dengan niat menentang TNI AD dan menghalangi Negara untuk membangun instalasi militer.
  • Instansi BPN menjelaskan kepada majelis Sinode mengenai kenyataan dan legalitas hak atas tanah perihal M82 sebenar-benarnya.
  • Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan menetapkan Immanuel Gambir sebagai cagar budaya berkewajiban untuk mendapatkan bukti yang sebenar-benarnya tentang sejarah pendirian Gereja Immanuel Gambir, dan mengenai riwayat perolehan tanah Gereja tersebut sebelum tahun 1835 M.
  • Jemaat dan Majelis GPIB melakukan konsolidasi dan pelurusan penerapan peraturan-peraturan tata gereja agar selaras dengan visi dan misi GPIB itu sendiri, serta melakukan rehabilitasi. Citra gereja yang dengan pemberitaan di media massa maupun elektronika seolah-olah dewan gereja tidak melakukan penggembalaan terlebih dahulu terhadap jemaatnya sendiri yang tinggal di dalam Komplek Yanhubad Pejambon.
Semoga kebenaran untuk keadilan tidak dinodai di tanah kelahiran Pancasila :
  • Maka TNI AD demi kepentingan Negara tetap dapat melaksanakan rencana pendirian asrama perwira dan instalasi militer di Pejambon.
  • Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak mengalami kerugian sebesar 78-600 Milyar.
  • Masyarakat Komplek Pejambon dapat berbangga dengan pengorbanan mereka memberikan tanah kelahirannya guna kepentingan Negara dan TNI AD, masyarakat menerima penggantian yang selayaknya.
  • Citra GPIB tetap selaras dengan misi dan visi tujuan awal pendirian Gereja, dan pihak Sinode mendapatkan kasih kembali dari jemaat-jemaat GPIB yang tinggal di dalam Komplek Yanhubad Pejambon.
  • Sekiranya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah menetapkan Gereja Immanuel Gambir menjadi cagar budaya, dan Pemerintah Pusat (Negara) dengan mekanisme yang diperbolehkan Undang-Undang dapat memberikan sumbangan finansial terhadap permasalahan-permasalahan di dalam tubuh GPIB.
  • Dengan segenap ketulusan hati semoga Negara tidak dirugikan, semoga TNI AD tidak menjadi korban kebohongan penjahat-penjahat kerah putih yang sangat berpengalaman bermain kebohongan di bidang pertanahan.
  • Semoga warga komplek Yonhubad Pejambon tidak menangis dan bersedih kehilangan mata pencaharian dan tempat tinggal mereka serta kebingunan mereka mencari tempat berteduh untuk mereka dan anak cucunya.
  • Semoga gereja Immanuel Gambir tetap dapat melaksanakan penggembalaan terhadap jemaatnya sendiri yang pada kenyataannya jemaat Gereja Immanuel Gambir mayoritas adalah umat yang bermukim di Pejambon.
  • Semoga Majelis Sinode, dapat memulihkan kehormatannya kembali dan merehabilitasi badan sinode dari anggapan korupsi dari ketidaktransparan Sinode terhadap penjualan dimaksud.
  • Semoga GPIB memperoleh sumbangan dana dari sumber-sumber yang diperbolehkan dalam tata gereja dan selaras dengan visi misi pendirian gereja.
  • Semoga penjahat-penjahat kerah putih di bidang pertanahan tergugah dan tidak bermain di wilayah kepentingan negara dan mengorbankan pihak TNI AD. “Ingat Pejambon merupakan tanah kelahiran Pancasila, lokasi Pejambon sangat dekat dengan Pusat Pemerintahan NKRI. Jangan memicu potensi pelanggaran HAM di tanah tersebut!
  • Semoga TNI AD dapat secepatnya membangun asrama perwira, dan instalasi militer lainnya di wilayah Pejambon demi kedaulatan NKRI tercinta ini.
Saya adalah warga negara yang cinta terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia ini dan cinta terhadap TNI, Kakek saya pernah mempertaruhkan nyawa sebagai prajurit TNI berjuang menghadapi agresor dalam pertempuran 11 Maret di Yogyakarta, Ayah saya pernah mempertaruhkan nyawa menjaga batas-batas kedaulatan NKRI sebagai prajurit TNI AD. Dan dengan tulisan inilah saya berjuang untuk NKRI dan bentuk kecintaan saya terhadap TNI ADI “Dari TNI AD-lah kakek saya, ayah saya dan saya bisa hidup, dan dapat memenuhi kebutuhan sandang, pangan dan papan hingga saat ini. Bilamana saya gugur dalam perjuangan ini saya akan berbangga, kematian saya “saya artikan buah perjuangan dan pengorbanan dalam rangka membela NKRI. Dan percayalah di Negara Indonesia ini ada ratusan ribu bahkan jutaan warga Negara yang akan meneruskan perjuangan dan rela berkorban demi nusa dan bangsa dalam kerangka kesatuan NKRI tercinta ini.
CATATAN :
 
Terhadap bukti-bukti lama mengenai surat-surat kepemilikan lama, “demi kepentingan Negara diperlukan pengujian atas kebenarannya dengan mempertimbangkan aspek riwayat yang sebenar-benarnya berdasarkan kenyataan. “Jangan kepentingan negara dikorbankan hanya dengan pertimbangan telah dipenuhinya segala syarat administrasi, surat, dokumen, dan bukti autentik lainnya dapat dipalsu. “Tapi sejarah, bukti fisik dan kenyataan di lapangan adalah kebenaran yang tertuang dalam kenyataan”. “Bukan hanya secarik kertas yang dapat direkayasa sedemikian rupa”.
  • Upaya hukum pidana, perdata maupun tata usaha Negara telah kami persiapkan dan siap kami lakukan secara terarah, terukur dan teruji serta telah mempertimbangkan segala aspek kemungkinan-kemungkinan yang akan kami hadapi.
  • Menimbang dapat tertundanya kepentingan-kepentingan Negara dengan kami melakukan upaya hukum secara formil, maka kami memutuskan sejauh cara-cara musyawarah kekeluargaan dapat melahirkan solusi yang berkeadilan bagi semua pihak maka kami telah memutuskan untuk mendorong segala permasalahan ini dapat diselesaikan diluar pengadilan.
Demi negara --> para ahli pertanahan akan membuat keterangan / pertimbangan hukum mengenai status kepemilikan tanah dimaksud dan cara-cara yang benar dan sah secara hukum untuk melakukan peralihan kepemilikan terhadap tanah negara bebas yang belum diletatkan hak atas tanah di atasnya.
Demi negara -->segala kegiatan untuk memenuhi persyaratan-persyaratan aspek fisik yang dilakukan di lapangan baik pengukuran, peninjauan lokasi atau hal-hal lainnya dapat terungkap kebenarannya dalam bentuk rekam video lampau atau file-file hasil rekam CCTV instansi setempat pada tanggal-tanggal yang berpotensi direkayasa kebenarannya. 
Demi negara --> laboratorium forensik, para akademisi-akademisi, maupun ahli-ahli sejarah, arsip nasional serta data-data lama mantan penjajah yang arsipnya telah dipublikasikan akan membantu Indonesia untuk mendapatkan kebenaran dan menguji keaslian data-data perolehan lama  perihal gereja Willemkerk mendapatkan tanah di wilayah Pejambon di tahun sebelum diletakkannya batu pertama gereja di Willemkerk.
Demi Negara-->semua perangkat-perangkat inteligen negara dibantu pewarta-pewarta akan mencari kebenaran tentang kehidupan para pensiunan pendeta-pendeta GPIB apakah kesejahteraan mereka masih dibawah kesejahteraan warga komplek Pejambon atau amat jauh lebih sejahtera daripada warga komplek Pejambon dan mencari kebenaran pembuktian mengapa timbul masalah GPIB memiliki hutang sendiri terhadap dana-dana pensiun pendeta-pendetanya sendiri. 
Kesimpulan saya dari tulisan saya yang memang di  beberapa bagian saya lakukan penjelasan melalui pengulangan adalah untuk penekanan maksud guna tujuan pengungkapan kebenaran ini :
  1. Tanah yang akan dipergunakan/dimanfaatkan oleh TNI AD bukanlah tanah milik GPIB, tapi merupakan tanah negara bebas yang diproritaskan kepemilikannya atas pihak-pihak yang menguasai atau menggunakannya.
    Sebagian tanah sisa dari Su 508/1933 yang telah menjadi negara bebas dan sebagian lain tanah yang diklaim oleh Arab dengan dasar alas hak yang tidak jelas.
  2. Bahwa pihak Sinode bukan merupakan pihak yang berhak untuk mendapatkan uang pembelian tanah dari pihak TNI AD.
  3. Bahwa seandainya tanah dimaksud tersebut secara sah adalah milik GPIB sekalipun “alasan gereja” menjual asetnya dikarenakan untuk penanggulangan dana pensiun adalah cacat hukum dan tidak dibenarkan dalam tata geraja sekalipun.
  4. Bahwa lebih tepat dana penggantian diproritaskan kepada warga komplek Yanhub Pejambon daripada untuk  dana pensiunan pendeta yang sebenarnya. Sudah jauh lebih mapan dari pada warga Komplek Yanhub Pejambon.
  5. Yang lebih berhak mendapatkan uang penggantian adalah warga komplek Yonhubad Pejambon yang tempat tinggalnya/rumah tinggalnya akan digunakan oleh Negara.