Jumat, 13 Desember 2013

SEJARAH BERDIRINYA GEREJA IMMANUEL

SEJARAH TANAH :
  1. Pedjambon:

  • Sejak jaman penjajah Belanda merupakan perkampungan dan bukan merupakan asset pemerintah Kolonial (bukti terlampir, peta rencana kota, foto udara, keterangan warga) 
  • Tahun 1832 Gubernur Jenderal Johanes Van Den Bosh menerbitkan keputusan tanggal 20 Desember untuk mendirikan Gereja Kerajaan Belanda pertama di Indonesia.
  • Tahun 1835 Gubernur Jenderal JC Baud diletakanlah batu pertama pendirian Gereja Immanuel (Willemkerk).
  • Tahun 1839 tanggal 24 Agustus 1839 peresmian Gereja dibawah Gubernur Jenderal  Dominique Jaques De Eerens.
  • Gereja Immanuel Gambir (Willemkerk) merupakan Geraja milik Pemerintah Belanda
  • Gereja diresmikan oleh Horst sebagai Pejabat Pemerintah Kolonial dibawah  Luitenant Mc Kenzie (Pejabat Belanda yang bertanggung jawab untuk wilayah Welteveden). Pedjambon merupakan wilayah bagian dari Weltevreden.
  • Tahun 1870 dikelurkanlah Undang-Undang Agraria Belanda yang isinya Gubernur Jenderal tidak diperbolehkan menjual tanah pemerintah Belanda.
  • Geraja Immanuel merupakan asset Pemerintah Belanda, kampung Pedjambon bukan asset Pemerintah Belanda. Kampung Pedjambon merupakan hunian tempat tinggal  (Perkampungan) yang bukan bagian dari Gereja Immanuel Gambir (Willemkerk), (Bukti terlampir: Peta tata kota zaman penjajahan Belanda, foto-foto zaman penjajahan, keterangan/ kesaksisan hidup warga Pedjambon yang telah secara turun-temurun tinggal diwilayah tersebut sejak zaman penjajahan Belanda). 
    2  Riwayat Sertifikat Gereja Immanuel 
  1. Gereja Immanuel Gambir merupakan Badan Gerja Protestan Indonesia Bagian Barat dengan  M 82 adalah Nomor Bukti Kepemilikan Hak Atas Tanah yang diterbitkan pada tanggal 19 Desember 1979, dengan surat ukur No. 508 tertanggal 26 Agustus 1933.
    • SU 508 26 Agustus1933 dengan menyerahnya Belanda kepada Jepang Tahun 1942 maka wilayah dalam SU tersebut merupakan daerah milik Jepang, dan dengan merdekanya Indonesia tahun 1945 wilayah tersebut merupakan wilayah tanah milik Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kemudian dengan berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria dan Peraturan-Peraturan Pertanahan lainnya maka diterbitkanlah M 82 Badan Gereja Protestan Indonesia bagian Barat (Gereja Immanuel Gambir) yang dalam penataan, penggunaan, penguasaan, pemilikan tanah diperuntukan guna kegiatan peribadahan.  SU 508 26-8-1933 sudah tidak diberlakukan lagi. Berdasarkan peraturan mengenai pertanahan dan  diganti oleh SU 15/2008 No. 00183 dimana batas bidang Gereja Immanuel Gambir M 82 adalah Jalan Merdeka Timur, Jalan Pedjambon, Perkampungan Pedjambon, Asrama Kesehatan Pertamina (Pertamina). Disini jelas, membuktikan bahwa perkampungan Pedjambon bukan bagian dari rumah peribadatan (Gereja Immanuel Gambir). Kampung Pedjamboon ≠ M 82 Gereja Immanuel. M 83 dalam bentuk sertifikat belum pernah diterbitkan, diatas tanah Negara bebas dan belum pernah diletakan Hak diatasnya. M 83 dengan SU 118/1916 merupakan bidang tersendiri yang terletak diseberang Gereja Immanuel berbatasan dengan  (Kostrad) (Bukti terlampir, peta bidang).
    • Berdasarkan Kepres No. 32 1979 mengenai tanah asal konfersi Hak Barat M 82 yang seharusnya adalah Hak Guna Bangunan untuk kegiatan peribadatan  “Tanah dalam SU 508/1933 diluar dari SU 15/2008 No. 00183 merupakan tanah yang langsung dikuasai oleh Negara (Tanah Negara Bebas) dan berdasarkan Kepres No. 32 1979 pasal 5 Tanah Asal Konversi Hak Barat yang telah menjadi perkampungan atau diduduki rakyat akan diprioritaskan kepada rakyat yang mendudukinya. Setelah sepenuhnya persyaratan-persyaratan yang menyangkut kepentingan bebas pemegang Hak Tanah; disini mutlak kepentingan  Pemegang Hak M 82 berdasarkan penggunaan peribadatan telah diberikan oleh Negara Republik Indonesia M 82 dengan SU 15/2008 Badan Gereja Protestan Indonesia Bagian Barat  (Gereja Immanuel Gambir), maka TNI AD dan masyarakat Pedjambon berhak mendaftarkan Hak Tanahnya.
    •  Secara De Facto tanah Negara diluar M 82 SU 15/2008 No. 00183 adalah tanah yang diprioritakan dimiliki oleh Pemerintah TNI AD, Direktorat Perhubungan, dan Hak Pakai, yang dapat dimiliki dengan Hak Milik bagi masyarakat yang menempati wilayah tersebut sebagai rumah tinggal, Peraturan Pendaftaran Tanah PP No. 24 Tahun 1997.
    • Bahwa M 82 berdasarkan PP No 24 tahun 1997 pasal 22 mengenai pembuatan surat ukur, serta pasal 20 mengenai pengukuran dan pemetaan  bidang tanah, maka yang berlaku dalam M 82 adalah SU 15/2008 No. 00183.
    • Bahwa terhadap M 82 berdasarkan PP No. 38 tahun 1963 Pasal 1 D perihal pemilikan tanah oleh Badan Keagamaan hanya dibatasi pada tanah-tanah yang dipergunakan untuk keperluan yang langsung berhubungan dengan usaha keagamaan dan sosial. Bahwa yang diakui secara hukum bidang tanah terhadap M 82 adalah bidang tanah yang tertera dalam surat ukur tanah bernomor 00183 SU 15/2008
    • Dan agar tidak terjadi kerugian Negara, serta terjadinya permasalahan, sengketa bahkan konflik fisik yang dapat menimbulkan korban jiwa maka melalui Badan Pertanahan Nasional agar segera diterbitkan Hak Pakai atas nama TNI AD (diperlukan keterangan secara terbuka) dari petugas BPN dan memberikan informasi yang sebenar-benarnya bahkan guna mencegah kerugian Negara, petugas BPN wajib menyampaikan informasi kepada pihak TNI AD (Negara) agar mendaftarkan haknya tanpa harus membeli dari pihak yang sebenarnya tidak berhak menjual tanah Negara kepada (TNI AD). Dan memberikan informasi kepada masyarakat guna mendaftarkan haknya sebelum masyarakat menjadi korban mafia tanah yang hanya mementingkan keuntungan finansial pribadinya dengan mengorbankan TNI AD dan masyarakat/ penduduk pemukiman Pedjambon.
    • Pedjambon adalah lokasi tanah kelahiran Pancasila. Di Pedjambon adalah lokasi para pejuang kemerdekaan melakukan rapat pertama kali guna mempersiapkan kemerdekaan NKRI. Di Pedjambon tempat diletakan bendera-bendera Negara sahabat sebagai saksi kemerdekaan dengan kunjungan-kunjungan perwakilan Negara-Negara sahabat.
    • Apakah Garuda Pancasila akan menangis karena makna Pancasila dinjak-injak oleh segelintir mafia tanah?
    • Apakah Negara harus bersedih karena dibohongi oleh mafia tanah untuk membeli asset yang seharusnya secara hukum memang merupakan milik NKRI sendiri.
    • Apakah Negara-Negara sahabat harus iba melihat kemenangan segelintir penjahat-penjahat tanah mengambil keuntungan dari membohongi TNI AD, serta merenggut kemerdekaan warga Negara Indonesia yang permukiman diwilayah Pedjambon.
    • Seandainya perjuangan saya untuk membela Negara dan kepentingan masyarakat saat ini kalah, dimasa yang akan datang pasti kebenaran akan terungkap dan saat itu, Negara beserta seluruh rakyat akan marah dan menghukum semua pihak yang telah mengorbankan Negara, membohongi TNI AD dan memberikan penderitaan terhadap masyarakat Pedjambon beserta anak cucunya.
    • Saat itu Negara (KPK, Kepolisian, Kejaksaan, dan segenap prajurit TNI AD dibantu oleh seluruh masyarakat Indonesia) akan mengejar dan mengadili penjahat-penjahat tanah yang deangan segala tipu muslihat serta bujuk rayunya telah tega dengan kejam mengambil keuntungan hanya untuk kepentingan finansial mereka sendiri. 
     
      Kami mohon agar :
    1. KPK, Kepolisian,dan Kejaksaan, DPR RI melakukan pengawasan guna mencegah potensi terjadinya TPK, Gratifikasi, dalam tubuh Instansi BPN dan aparatur Kelurahan. Pengawan Keuangan Dana Pensiun GPIB pada Majelis Sinode agar dapat dipertanggung jawabkan dikemudian hari.
    2. TNI AD meminta penjelasan secara tertulis kepada BPN yang berwenang, agar dikemudian hari keterangan mengenai status tanah dapat dipertanggung jawabkan oleh Instansi yang berhak mengeluarkan Surat Keterangan Status Tanah.
    3. PT. Palace Hotel meminta pihak Sinode agar uang yang telah dibayarkan dapat dikembalikan apabila dikemudian hari ada pembuktian bahwa tanah yang dibeli merupakan tanah Negara  yang dapat diberikan status Hak terhadap TNI AD tanpa proses pembelian dari pihak-pihak yang tidak sah secara hukum.
    4. Pihak TNI AD melayangkan surat keberatan kepada BPN setempat apabila tanah dimaksud telah didaftarkan atas nama Pihak lain. Karena apabila tanah tersebut telah dilekatkan Hak Atas Nama Swasta maka peratuan mengenai pengadaan  tanah harus diterapkan dan dapat menimbulkan kerugian yang semakin besar terhadap Negara. 
    5. Majelis GPIB mempertanyakan kepada Sinode uang pembelian asset tersebut agar tidak digelapkan dan dapat dipertanggung jawabkan untuk dapat menjaga citra sebagai rumah peribadatan yang secara peraturan Perundang-Undangan telah dibatasi mengenai cara perkumpulan Gereja untuk mendapatkan uang dalam rangka utang Gereja terhadap dana pensiun. 
    6. Disini yang menikmati suatu perbuatan Hukum Perjanjian Jual Beli adalah Pihak Sinode, maka apabila dalam perjanjian Jual Beli tersebut cacat hukum atau tidak memenuhi aspek-aspek syarat sahnya suatu perjanjian, maka dikemudian hari akan timbul permasalahan pidana baru, penipuan, penggelapan ataupun pemalsuan surat, dalam hal ini apabila negara yang dirugikan maka majelis Sinode akan berpotensi terlibat dalam tindak pidana korupsi "agar segala nama pihak sebelum mendapatkan kepastian hukum sejelas-jelasnya untuk tidak turut menikmati uang hasil jual beli tanah tersebut.
    7. Pihak Sinode berdasarkan hukum yang berlaku di Indonesia tidak selamanya bisa berdalih dan hanya mengatakan : "Itukan Tentara yang mau membeli tanah kepada kami" dikarenakan hal ini menyangkut kepentingan negara dan berpotensi adanya kerugian negara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar